LAPORAN
PERBAIKAN
PEMBELAJARAN
MELALUI
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
Judul
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
(sifat-sifat bangun ruang sederhana)
DENGAN MENGGUNAKAN ALAT
PERAGA / MEDIA PEMBELAJARAN PADA KELAS IV SD NEGERI 02 TEMUIRENG
Disusun
Oleh:
Nama : YUSUF HIDAYAT
NIM : 818373565
Masa Ujian : 2012.1
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS TERBUKA
UNIT PROGRAM
BELAJAR JARAK JAUH (UPBJJ) PURWOKERTO
POKJAR COMAL KABUPATEN PEMALANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kahadirat Allah
SWT, atas rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan tugasnya untuk menyusun laporan melalui Penelitian Tindakan Kelas
(PTK).
Penulisan laporan ini
tidak terselesaikan tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Drs.H Zubaedi, M.Pd, selaku Pengelola UT UPBJJ PURWOKERTO POKJAR COMAL
2. Sobirin,S.Pd, M.Pd,selaku Pembimbing dalam Penulisan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
3. Karjo, S.Pd.SD, selaku Kepala SD Negeri 02 Temuireng yang telah mengizinkan dan memfasilitasi sarana dan
prasarana
4. Berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan laporan pemantapan kemampuan pofesional
Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik
dari pembaca merupakan masukan yang sangat berharga demi sempurnanya penulisan
ini.
Semoga penulisan
laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bermanfaat bagi pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar.
Pemalang, 16 April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai salah satu
upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, adalah kegiatan
remedial. Kegiatan remedial memiliki beberapa fungsi yang penting bagi keseluruhan
proses pembelajaran. Warkitri, dkk. (1991) menyebutkan enam fungsi kegiatan
remedial dalam kaitannya dengan proses pembelajaran. Keenam fungsi kegiatan
remedial tersebut adalah fungsi koreksi, pemahaman, penyesuaian, pengayaan,
ekselerasi, dan terapeutik.
KOREKTIF : memperbaiki cara mengajar dan cara belajar
PEMAHAMAN : memahami kelebihan/kekurangan guru dan siswa
PENYESUAIAN : menyesuaikan pembelajaran dengan
karakteristik siswa
PENGAYAAN : menerapkan strategi pembelajaran yang
bervariasi
AKSELERASI : mempercepat penguasaan materi
TERAPEUTIK : membantu mengatasi masalah sosial-pribadi.
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar berkisar antara 0% sampai 100%. Ktiteria ideal ketuntasan untuk masing-masing
indikator 75%.
Tindak lanjut diberikan
sebagai suatu tindakan terhadap analisis hasil penilaian. Tindak lanjut yang
diberikan antara lain melalui remedial dan pengayaan. Contoh, jika kriteria
ketuntasan belajar yang ditetapkan oleh sekolah untuk mata pelajaran tertentu
75 %, perlu mendapatkan remedial untuk indikator-indikator yang belum dikuasai.
Sebaliknya bila seorang anak mencapai kompetensi 75 %, maka anak tersebut perlu
mendapatkan pengayaan.
Tindak lanjut remedial
dan pengayaan dilakukan atas dasar analisis hasil evaluasi perorangan. Pendidik
juga perlu melakukan analisis pencapaian kompetensi kelas, dan menemukan
sebab-sebab yang mempengaruhi ketidak tercapaian ketuntasan minimal yang telah
ditetapkan. Misalnya, kurangnya jam belajar yang tersedia, kurangnya sarana
prasarana, suasana belajar yang kurang kondusif dan sebagainya yang biasa
ditindak lanjuti dengan kebijakan sekolah maupun pemerintah daerah. (BPNP,
2007).
Dalam pembelajaran
Matematika kompetensi dasar menentukan
sifat-sifat bangun ruang sederhana di kelas IV SD Negeri Temuireng 02 Kecamatan
Petarukan, Kabupaten Pemalang, tahun pelajaran 2011/2012 menunjukkan bahwa
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran masih rendah. Dari 20 siswa yang
mendapat nilai 70 atau yang telah mengalami belajar tuntas baru 7 siswa (35%)
sementara 13 siswa (65%) mendapat nilai di bawah 70 atau belum mengalami
belajar secara tuntas. Nilai rata-rata kelasnya yang
dicapai adalah 65,40.
1. Identifikasi Masalah
Untuk mengetahui secara
lebih rinci kekurangan-kekurangan yang dialami siswa, penulis melakukan
refleksi diri dengan menjawab sejumlah pertanyaan refleksi. Jawaban atas
pertanyaan refleksi yang dimaksud meliputi:
a. Sebagian
besar siswa (75%) belum mengalami belajar tuntas
- Siswa
sering ke luar masuk kelas dan gaduh
- Siswa
sering melihat ke luar sehingga perhatiannya tidak terpusat pada pelajaran
b. Siswa
kurang berani menjawab pertanyaan
c. Siswa
tidak berani bertanya bila mengalami kesulitan
Dari identifikasi
masalah di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum berhasil belajar secara
efektif, dengan indikator pokok nilai tes formatif rendah. Di samping itu,
siswa kurang tertib mengikuti pelajaran karenanya perhatian terhadap pelajaran
kurang. Siswa juga kurang aktif dan kemampuan berpikirnya kurang.
2. Analisis Masalah
Dari berbagai
kekurangan yang dialami siswa dalam pembelajaran Matematika kompetensi dasar
menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana diketahui bahwa proses
pembelajaran belum berhasil menghantarkan siswa belajar secara efektif, proses
pembelajaran belum efektif.
Untuk mengetahui secara rinci sebab-sebab
kekurang efektifan pembelajaran tersebut, penulis melakukan refleksi. Dari
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan refleksi diketahui berbagai kekurangan
dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran kurang efektif karena:
a. Siswa
sering keluar masuk kelas dan gaduh disebabkan guru tidak memberi perhatian
pada semua siswa
b. Siswa
sering melihat ke luar sehingga perhatiannya tidak terpusat pada pelajaran
karena guru hanya memberi tugas pada siswa yang dianggap pandai saja
c. Siswa
kurang berani menjawab pertanyaan dikarenakan guru kurang memotifasi siswa
untuk menjawab pertanyaan
d. Siswa
tidak berani bertanya bila mengalami kesulitan disebabkan guru tidak memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya
Secara singkat dapat dikatakan proses pembelajaran Matematika kompetensi
dasar menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana di kelas IV SD Negeri Temuireng
02 belum berjalan secara efektif. Ketidak efektifan proses pembelajaran terjadi
terutama karena guru kurang mengaktifkan siswa dalam pembahasan materi
pelajaran. Di samping itu guru membahas materi terlalu cepat, komunikasi guru
yang kurang lancar, kurangnya pemanfaatan peraga, dan guru kurang mengupayakan
pemantapan penguasan materi oleh siswa.
Untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran peneliti menitikberatkan perbaikan
pembelajaran pada alat peraga model bangun-bangun ruang. Menurut Ruseffendi,
dkk. (1994) alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk menerangkan atau
mewujudkan konsep-konsep matematika. Dengan menggunakan alat peraga
konsep-konsep dalam pembelajaran matematika akan mudah dipelajari oleh siswa.
B. Rumusan Masalah
Dari sebab-sebab
kekurang efektifan pembelajaran, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
dengan penggunaan alat peraga benda konkret dapat meningkatkan keaktivan siswa
dalam pembelajaran Matematika tentang sifat-sifat bangun ruang sederhana?
2. Apakah
melalui metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa tentang
ciri-ciri bangun ruang sederhana?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di
atas, penulis merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
“Mendeskripsikan memanfaatkan alat peraga model bangun-bangun ruang
dalam pembelajaran Metematika kompetensi dasar menentukan sifat-sifat bangun
ruang sederhana pada siswa kelas IV SD Negeri Temuireng 02 Kecamatan Petarukan,
Kabupaten Pemalang tahun pelajaran 2011/2012 agar prestasi siswa dapat
meningkat”.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Guru
a. Memperoleh
pengalaman profesional dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan dalam
pembelajaran matematika dengan kompetensi dasar menentukan sifat-sifat bangun
ruang sederhana melalui pemanfaatan alat peraga model bangun-bangun ruang,
b. Memperoleh
pengalaman profesional dalam pemanfaatan alat peraga,
c. Hasil
penelitian ini selain memberi masukan yang amat berarti, juga dapat dijadikan
acuan dalam pengembangan pembelajaran Matematika khususnya pembelajaran
menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana.
2. Manfaat bagi sekolah
a. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran
menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana dengan memanfaatkan alat peraga
yang ada di sekolah,
b. Dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa sehingga akan dapat mengangkat nama sekolah
di lingkungan dinas maupun masyarakat.
3. Manfaat bagi pendidikan pada
umumnya
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan kependidikan banyak guru
khususnya guru sekolah dasar. Guru-guru di berbagai tempat tergerak mengadakan
perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas. Dengan banyaknya guru
melakukan penelitian tindakan kelas diharapkan proses pembelajaran di berbagai
sekolah berjalan lebih efektif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
Belajar dan Pembelajaran
Menurut Gagne yang
dikutip Udin S.Winataputra (2004) bahwa belajar adalah suatu proses di mana
suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (lihat Ratna
Willis Dahar. 1989, hal 11).
Menurut Rusdi Susilana
(2007) secara sederhana istilah pembelajaran (instruction) adalah upaya untuk
membelajarkan seseorang atau sekelompok orang melalui satu atau lebih strategi,
metode dan pendekatan tertentu ke arah pencapaian tujuan pembelajaran yang
telah direncanakan. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan terencana untuk
mengkondidsikan seseorang atau sekelompok orang agar bisa belajar dengan baik.
Oleh karena itu, unsur utama pembelajaran adalah siswa dan guru.
Padanan istilah “belajar” dan “pembelajaran” yang
dapat dijumpai dalam kepustakaan asing adalah learning dan instruction. Istilah
learning seperti dikemukakan oleh Fontana
(1981: 147) mengandung pengertian proses perubahan yang relative tetap dalam
perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman.
Definisi tersebut memusatkan perhatian pada
tiga hal:
1. Bahwa
belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku individu,
2. Bahwa
perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman, dan
3. bahwa
perubahan itu terjadi pada perilaku individu yang mungkin.
Di pihak lain istilah instruction seperti dikemukakan oleh Romiszowski
(1981: 4) merujuk pada proses pengajaran berpusat pada tujuan yang dalam banyak
hal dapat direncanakan sebelumnya (pre-planned). Karena sifat dan proses
tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan perilaku
dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah dirancang. Oleh sebab
itu istilah instruction sering diartikan sebagai proses pembelajaran yakni
proses membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan.
Seperti uraian di atas
bahwa seseorang yang sudah melakukan belajar mengalami perubahan tingkah laku.
Menurut Rochman Natawijaya (1984: 13) memaparkan tentang ciri perubahan tingkah
laku dalam pengertian belajar adalah seperti berikut ini:
1. Perubahan
yang terjadi secara sadar
Ini
bahwa individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau
sekurang-kurangnya individu telah merasakan terjadinya perubahan. Dalam dirinya
individu yang bersangkutan menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,
kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.
2. Perubahan
dalam belajar bersifat kontinue dan fungsional.
Sebagai
hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus
menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan perilaku dan akan
berguna bagi kehidupan atau pun proses belajar berikutnya. Misalnya jika
seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak bias
menulis menjadi bisa menulis. Perubahan ini berlangsung terus sampai kecakapan
menulisnya menjadi baik dan sempurna.
B. Proses Belajar Mengajar (PBM)
Menurut Nasution yang
dikutip Nanang Fattah (2007) PBM yang sesuai dengan kebutuhan, merupakan bentuk
belajar yang menghadapkan siswa dengan suatu atau sejumlah sumber belajar
secara individual atau kelompok, tidak hanya sebatas cara konvensional, seperti
guru menjelaskan materi kepada siswa di dalam kelas. PBM yang efektif adalah
suatu kondisi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan
berbeda pendapat dengan guru sehingga terjadi dialog interaktif.
C. Apersepsi
Menurut Piaget yang
dikutip Suprayekti, dkk (2007) bahwa setiap siswa membawa pengertian dan
pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar, yang
harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbarui, direvisi, dan diubah oleh
informasi baru yang dijumpai dalam proses belajar.
Kegiatan guru dalam
apersepsi lebih menitik beratkan kegiatan mengulas pelajaran yang sudah
dipelajari serta menghubungkannya dengan tahap pelajaran yang akan dipelajari.
Apersepsi menekankan pada upaya guru dalam menghubungkan materi pelajaran yang
sudah dimiliki oleh siswa dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa, Toto
Rukimah (2004).
Ada beberapa cara dalam kegiatan apersepsi
1. Mengajukan
pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya,
2. Memberikan
komentar terhadap jawaban siswa serta mengulas materi pelajaran yang akan
dibahas,
3. Membangkitkan
motivasi dan perhatian siswa.
D. Motivasi
Banyak para ahli
mendefinisikan motivasi, tetapi pada intinya sama yaitu dorongan baik dari
dalam maupun dari luar untuk beraktifitas. Motivasi menutur Udin S. Winataputra
(2001) berfungsi sebagai motor penggerak aktifitas. Bila motonya tidak ada,
maka aktifitas tidakakan terjadi. Motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik
atau motivasi internal dan motivasi ekstrinsik atau motivasi eksternal.
Motivasi internal
ditandai dengan dorongan berasal dari dalam diri siswa untuk berprilaku
tertentu. Sedangkan motivasi eksternal berasal dari luar siswa. Memunculkan
motivasi eksternal dapat dilakukan dengan cara: memberi pujian, hadiah,
nasehat, menciptakan suasana yang menyenangkan dan kadang-kadang teguran, Udin
S Winataputra (2001).
Menurut Hull yang
dikutip Suciati, dkk, (2005) menjelaskan konsep motivasi sebagai dorongan untuk
memenuhi atau memuaskan kebutukan agar
tetap hidup. Dorongan inilah yang menggerakkan dan mengarahkan perhatian,
perasaan dan perilaku atau kegiatan seseorang.
Motivasi berfungsi
sebagai motor penggerak aktivitas. Motivasi belajar berkaitan erat dengan
tujuan yang hendak dicapai oleh individu yang sedang belajar itu sendiri. Bila
seseorang yang sedang belajar menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai
berguna atau bermanfaat baginya maka motivasi belajar akan muncul dengan kuat.
Motivasi ada dua: motivasi instrinsik adalah motivasi yang muncul dari dirinya
sendiri dan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul dari luar diri
siswa.
Guru sedapat mungkin
harus dapat berusaha memunculkan motivasi instrinsik di kalangan para siswa
pada saat mereka belajar, umpamanya dengan cara menjelaskan kaitan tujuan
pembelajaran dengan kepentingan atau kebutuhan siswa. H. Djadja Djadjuri
(2004).
E. Penguatan
Menurut William C.Crain
yang dikutip Agus Taufik (2005) guru, orang tua, dan pendidik harus memberikan
penguatan terutama yang bersifat psikologis dan menghindari penguatan yang
bersifat kebendaan. Sedangkan penghargaan (rewards) seharusnya diberikan hanya
kepada perilaku yang masuk akal (reasonable) dan tidak bersifat memanjakan.
Hindari hukuman (punishments) yang bersifat fisik.
Penguatan adalah respon
yang diberikan terhadap perilaku atau perbuatan yang dianggap baik, yaitu dapat
membuat terulangnya atau meningkatnya perilaku/perbuatan yang dianggap baik
tersebut. I.G.A.K Wardani dan Siti Julaeha (2007). Dalam proses belajar, guru
harus tetap melaksanakan penguatan yang tujuannya adalah :
Ø
Meningkatkan
perhatian siswa,
Ø
Membangkitkan
dan memelihara motivasi belajar siswa,
Ø
Mengontrol
dan memodivikasi tingkahlaku siswa yang kurang positif serta mendorong memunculkan
tingkahlaku yang produktif. Raka Joni (1985).
F. Alat Peraga
1. Pengertian
alat peraga
Secara
harfiah media diartikan sebagai medium atau perantara. Dalam kaitannya dengan
proses komunikasi pembelajaran, medium diartikan sebagai wahana penyalur pesan
pembelajaran. Beberapa ahli dan asosiasi telah mengemukakan pengertian tentang
media pembelajaran ini, antara lain sebagai berikut:
a. Media
pembelajaran sebagai sarana komunikasi baik dalam bentuk cetak maupun pandang
dengar, termasuk perangkat kerasnya.
b. Media pembelajaran sebagai teknologi pembawa
pesan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.
c. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak
didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
d. Alat
peraga merupakan alat yang digunakan
untuk menerangkan atau mewujudkan konsep-konsep matematika. Dengan menggunakan
alat peraga konsep-konsep dalam pembelajaran matematika akan mudah dipelajari
oleh siswa.
2. Jenis-jenis Alat peraga.
Beberapa ahli pendidikan, khususnya ahli
tentang media pendidikan telah menggolongkan alat peraga sesuai dengan fungsi,
bentuk dan sumber alat peraga rersebut. Secara umum alat peraga terdiri dari:
a. Bahan-bahan
cetakan atau bacaan seperti: buku, Koran, majalah, dan sebagainya.
b. Alat-alat
audio dan visual seperti: radio, kaset, TV, video, dan lain-lain.
c. Sumber-sumber
masyarakat seperti: monumen, candi, dan peninggalan sejarah lainnya.
d. Koleksi
benda-benda seperti: koleksi mata uang kuno, koleksi awetan tumbuhan, dan
sebagainya.
e. Perilaku
guru ketika mengajar yang dicontohkan kepada siswa.
Selanjutnya
kalau kita lihat dari jenis indera yang kita gunaka, alat peraga dapat
digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Media
audio, yaitu alat peraga yang dapat didengar, seperti: kaset, suara burung,
suara petir, suara bel, dan lain-lain.
b. Media
visual, yaitu alat peraga yang dapat dilihat, seperti: hewan, tumbuhan, gambar,
grafik, model, slide, dan lain-lain.
c. Media
audio visual, yaitu alat peraga yang dapat didengar dan dilihat, seperti:
video, film, dan lain-lain.
Selain itu kita dapat mengelompokkan alat peraga berdasarkan bentuk
penyajiannya, yaitu:
a. Alat peraga yang tidak diproyeksikan (non-projected),
yaitu alat peraga dua dimensi dan tiga dimensi, seperti: model, gambar, grafik,
foto, peta timbul, awetan tumbuhan dan hewan, dan lain-lain.
b. Alat
peraga yang dapat diproyeksikan (projected), seperti: film, slide, film strip,
dan sebagainya.
Sedangkan jika kita lihat dari sumber alat peraga tersebut, alat peraga
dapat digolongkan menjadi:
a. Alat
peraga alamiah (natural), yaitu alat peraga yang sesuai dengan benda aslinya di
alam, seperti: hewan, tumbuhan, danau, hutan, dan lain-lain.
b. Alat peraga
buatan (artificial), yaitu alat peraga hasil modifikasi atau meniru pada benda
aslinya, seperti: model alat pernafasan, model jantung manusia, gambar, dan
lain-lain.
3. Peranan alat peraga dalam
pembelajaran.
Secara
umum kita dapat menyimpulkan peranan alat peraga sehubungan dengan pendekatan
keterampilan proses antara lain:
a. Dapat
mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dan antar siswa dan
sesamanya dalam kegiatan belajat mengajar,
b. Dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa agar dapat mendorong
kegiatan belajar mengajar, sehingga pengalaman belajar yang diperoleh akan
lebih bermakna bagi siswa,
c. Dapat
membangkitkan keinginan dan minat belajar siswa, sehingga perhatian siswa dapat
terpusat pada bahan pelajaran yang diberikan guru,
d. Meletakkan
dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga mambuat pelajaran
lebih lama diingat,
e. Memberikan
pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan mandiri di kalangan siswa.
G. Metode
Metode Pemberian Tugas
Ketika topik bahasan
selesai atau ketika guru harus meninggalkan kelas untuk suatu alasan yang
penting baik ada kaitannya dengan pembelajaran. Tugas biasanya diberikan guru
berkenaan ceramah guru dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, misal: PR
matematika, pengerjaan LKS, mencatat kuliah tujuh menit, dan lain-lain. Metode penugasan menjadi salah satu cara penyampaian pelajaran
agar siswa bersemangat mencari dan menemukan sendiri jawaban atau tugas guru.
Metode pemberian tugas/penugasan diartikan
sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai adanya tugas dari
guru untuk dikerjakan peserta didik di sekolah maupun di rumah secara
perorangan atau kelompok. Tujuan penggunaan metode pemberian tugas ini antara
lain: merangsang anak aktif belajar baik secara individu maupun kelompok.
Kekuatan dan keterbatasan metode pemberian
tugas
Kekuatan
|
Kelemahan
|
o Merangsang keaktifan belajar siswa, baik ada
guru maupun tidak, baik di sekolah maupun di luar sekolah
|
o Sulit mengontrol apakah siswa belajar sendiri
atau hasil dari orang lain
|
o Kembangkan kemandirian siswa
|
o Sulit beri tugas yang sesuai dengan kebutuhan
siswa
|
o Lebih menyakinkan apa yang disam-paikan guru,
memperdalam apa yang dipelajari
|
o Tugas yang monoton dapat mem-beri kebosanan
pada siswa
|
o Membiasakan siswa mencari dan menelaah
sendiri informasi dan komunikasi
|
o Tugas yang banyak membuat beban dan keluhan
siswa
|
o Membina tanggung jawab dan disiplin siswa
|
o Tugas kelompok biasanya diker-jakan oleh
siswa yang rajin
|
1. Jenis dan indikator prestasi belajar
Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang
diharapkan dapat dicapai setelah
seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu
merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang
meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui(knowing); 2) terampil melaksanakan atau
mengerjakan yang ia ketahui itu(doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen(being).
Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh
Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar
diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah
kognitif (cognitive domain); 2)
ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah
psikomotor (psychomotor domain).
Bertolak dari kedua pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung
kepada pendapat Benjamin
S. Bloom. Kecenderungan ini didasarkan pada alasan bahwa
ketiga ranah yang diajukan lebih terukur, dalam artian bahwa untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat
dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal.
2. Pengertian Aktifitas
Aktivitas belajar merupakan aktivitas utama
yang menjadi fokus dari proses pendidikan yang walaupun istilah
pendidikan sendiri didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan dan telah banyak dipengaruhi pandangan dunianya
(weltanschauung) masing- masing namun pada dasarnya,
semua pandangan yang berbeda tentang belajar dalam proses pendidikan tersebut bertemu dalam semacam kesimpulan awal, bahwa
pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda
melalui pembelajaran untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi
tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.
Dalam konteks ini, pendidikan dilihat sebagai
sebuah proses yang lebih dari pada sekedar pengajaran,
dimana yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer
pengetahuan belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian
dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian
pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, yang perhatian
dan minatnya lebih bersifat teknis. Di pihak lain terkait
dengan konteks pernyataan di atas Azyumardi Azra (2002:
3) menganalisis bahwa pendidikan yang berlangsung dalam suatu schooling system
cenderung terjebak menjadi suatu proses transfer pengetahuan dan
keahlian dalam tekno struktur yang ada.
Akibatnya pendidikan atau lebih jelasnya
pengajaran kemudian menjadi suatu komoditi belaka dengan
berbagai implikasinya terhadap kehidupan pribadi seseorang dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dalam dunia pendidikan dikenal tiga ranah yang
perlu dikuasai, ditingkatkan, dan dikembangkan anak
selama bersekolah, yaitu kognitif (berkaitan dengan pengetahuan), psikomotor (berkaitan dengan keterampilan), dan afektif (berkaitan
dengan sikap dan nilai).
Penguasaan ranah
kognitif yang mencapai tingkat 'keyakinan' (believe) akan mengendalikan perilaku dan kebiasaan
individu sehari-hari sehingga mampu meningkatkan kecakapan hidup (life skill) dan
menumbuhkan sikap positif. Para ahli
pendidikan sependapat bahwa, untuk meningkatkan
penguasaan ranah kognitif ternyata dipengaruhi oleh kepemilikan unsur meta-
kognitif, yang salah satunya berkaitan dengan 'keterampilan
belajar' atau 'belajar cara belajar (learn how to learn). Kadangkala, kita sering
terjebak pada tujuan anak bersekolah. Seolah-olah tujuan
akhir anak bersekolah adalah hanya untuk memahami sepenggal materi dari
beberapa mata pelajaran. Padahal, realita kehidupan anak
sering tidak berkaitan langsung dengan materi yang
dipelajari di sekolah.
3. Pengertian Keterampilan
Bertanya
Bertanya
merupakan tingkah laku yang sangat penting di dalam kelas bertanya untuk
mengetahui apakah kualitas berfikir siswa dari sederhana terjadi perubahan
frerfikir secara kompleks setelah diberikan pelajaran.Bertanya merupakan stimulus
efektif yang mendorong kemampuan siswa untuk berfikir dan mengemukakan jawaban
yang sesuai dengan harapan guru.
Sardinian
1987 dalam bukunya ‘Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar’ mengatakan bahwa
pertanyaan yang baik mempunyai ciri-ciri:
(1) Kalimatnya singkat dan jelas.
(2) Tujuannya jelas.
(3) Setiap pertanyaan hanya -satu masalah.
(4) Mendorong anak untuk berfikir kritis.
(5) Jawaban yang diharapkan bukan sekedar ya
atau tidak.
(6) Bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh
siswa, dan
(7) tidak menimbulkan tafsiran ganda
1. Tujuan penggunaan keterampilan
bertanya
(1) Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu terhadap pokok bahasan
(2) Memusatkan perhatian
(3) Mengembangkan SCL (Student Center Learning)
(4) Menarik siswa dalam pokok
pembicaraan
(5) Mengembangkan cara belajar
siswa aktif
(6) Mengetahui kesulitan belajar
siswa
(7) Memotifasi siswa mengeluarkan
pendapat
(8) Mengukur hasil belajar siswa.
Yang perlu diperhatikan dalam mengajukan
pertanyaan:
a.
Kehangatan Dan Keantusiasan
Baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun
menerima jawaban siswa, sikap dan gaya guru suara, ekpresi wajah, gerakan
badan, dan sebagainya. Menampilkan ada tidaknya kehangatan.
b.
Kebiasaan Yang Harus Dihindari
c.
Mengulangi Pertanyaan Sendiri
Contoh : Sebelum siswa dapat berpikir maksimal
terhadap pertanyaan guru mengulangi pertanyaan kembali akibatnya siswa tidak
konsentrasi.
d.
Mengulangi Jawaban Siswa
Menyebabkan waktu terbuang, siswa tidak mendengar
jawaban dari temanya yang lain karena guru akan
mengulanginya.
e.
Mejawab Pertanyaan Sendiri
Pertanyaan dijawab guru sebelum siswa
mendapatkan kesempatan cukup untuk memikirkan jawabanya sehingga anak
beranggapan tidak perlu memikirkan jawabanya karena guru akan memikirkan jawabanya.
f.
Pertanyaan Yang Memancing Jawaban
Serentak
Contoh : Apa ibu kota RI?
Akibatnya guru tidak dapat mengetahui dengan
pasti siapa yang benar dan menutut kemungkinan terjadi interaksi
selanjutnya.
g.
Pertanyaan Ganda
Contoh : Siapa pemimpin orang belanda yang
pertama datang ke Indonesia, mengapa mereka datang, dan apa akibat mereka itu
bagi bangsa Indonesia. Hal ini akan mematahkan semangat siswa yang hanya
sanggup menyelesaikan satu dari semua tugas itu.
h.
Menentukan siswa tertentu untuk menjawabnya.
Akibatnya anak yang tidak ditunjuk tidak memikirkan jawabanya.
1. Kerangka berpikir
|
|||||||||||
|
|||
Dalam pembelajaran siswa mengalami dan
melakukan belajar pada pembelajaran Matematika siswa belajar untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan
symbol-symbol ketajaman penalaran yang dapat memperjelaskan dan menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dalam aktifitas belajar tersebut akan menghasilkan
perubahan yang bersifat kualitatif.Kualitas tersebut sangat dipengaruhi oleh
pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dalam pembelajaran Matematika anak
akan memahami konsep dengan baik bila anak sudah merasa tertarik dan berminat
untuk belajar Matematika. Selain itu agar hasil belajar lebih bermakna dan
memuaskan dalam hal ini menggunakan salah satu metode yang mengaktifkan siswa
untuk berpikir lewat metode Demostrasi
dengan menemukan konsep sendiri
maupun dibimbing guru. Dan apabila Ketuntasan Klasikal Pada Siklus I Masih Kurang dari 75% Maka dilanjutkan dengan Siklus II yang
dimulai dari Tindakan, Alat Peraga (
diperjelas & diperbesar Ukurannya)
1.
Hipotesis ( jawaban sementara)
Berdasarkan landasan teori dan
kerangka berfikir maka hipotesis yang kami ajukan adalah :
metode Demostrasi dapat meningkatkan ketuntasan belajar mata pelajaran
Matematika kelas IV Semester II SD Negeri 02 Temuireng Tahun Pelajaran 2011/ 2012 pada
Kompetensi Dasar “sifat-sifat
bangun ruang sederhana “
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. SETTING PENELITIAN
Penelitian
dilaksanakan di SD Negeri
02 Temuireng dengan 2 Siklus. Siklus I dilaksanakan
2X tatap muka dilaksanakan Pada Tanggal 9
April 2012 dan
11 April 2012, Siklus 2 dilaksanakan 1X tatap muka
dilaksanakn Pada Tanggal 16 April 2012,Penentuan
waktu tersebut disesuaikan dengan jadwal tugas mengajar pada pembahasan “sifat-sifat bangun ruang “
Peneliti
dilakukan oleh guru kelas IV yang telah menjabat dari
januari 2010 sampai sekarang,
B.
SUBYEK
PENELITIAN
Adalah Siswa kelas IV SD Negeri 02 Temuireng Semester II tahun Pelajaran
2011/2012 yang jumlahnya
20 siswa terdiri dari 8 laki-laki & 12 siswa Perempuan. Kelas
IV SD Negeri
02 Temuireng dijadikan Subyek penelitian
dengan pertimbangan bahwa Kelas tersebut dengan materi Kompetensi Dasar ( KD ) “ sifat-sifat
bangun ruang sederhana “ dengan KKM = 70 pada kondisi awal / ulangan harian rata-rata
nilai yang diperoleh baru mencapai 65,40 disamping itu Ketuntasan Klasikal baru
mencapai 35%, sedangkan ketuntasan
klsikal yang diharapkan 75%
berarti terdapat kekurangan 35%
C.
SUMBER
DATA
Penelitian
ini mengunakan sumber data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari
hasil belajar siswa yang berupa ulangan harian . sedangkan data sekunder
diambil melalui observasi / pengamatan secara langsung yang dapat dituangkan
dalam jurnal kelas dan buku catatan perkembangan siswa.
D.
TEKNIK
DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Teknik
Pengumpulan data mengunakan teknik test dan non test. Teknik penilaian dengan
test digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sedangkan teknik non test
yang melalui observasi / pemgamatan digunakan untuk melengkapi data-data
pendukung.
E.
ANALISIS
DAN VALIDASI DATA
Pada
penelitian ini data yang dianalisis adalah : data primer dan data sekunder .
analisis data primer yaitu : analisis hasil belajar pada Mata Pelajran
Matematika dengan Kompetensi Dasar “sifat-sifat
bangun ruang “,
Pelaksanaan analisis secara deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai
kondisi awal dengan hasil yang telah dicapai pada setiap Siklus.Validasi data
menggunakan “ Triagulasi “ yaitu data yang diperoleh diklarifikasi /. Dicek
kebenarannya.
F. INDIKATOR KINERJA.
Kemampuan
nmemahami “sifat-sifat bangun ruang “ dapat
dikelompokkan menjadi 5 Skala dengan kategori sebagai berikut :
Ø Sangat
Baik :
90 - 100
Ø Baik :
80 - 89
Ø Sedang
: 70 - 79
Ø Rendah :
60 – 69
Ø Sengat
Rendah : < 60
Dalam KTSP Sekolah SD Negeri 02 Temireng disebutkan bahwa ketuntasan
Individu dengan KKM =70 sedangkan
ketuntasan klasikal yang ditargetkan = 75% dari jumlah siswa yang ada di kelas
tersebut.
G.
PROSEDUR
PENELITIAN
Alur
penelitian tindakan kelas terdiri atas atas rangkaian 4 kegiatan yang dilakukan
dalam siklus Secara berulang empat kegiatan itu meliputi : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi dapat di gambarkan sebagai berikut :
Dalam pembelajaran siswa mengalami dan
melakukan belajar pada pembelajaran Matematika siswa belajar untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan symbol-symbol ketajaman
penalaran yang dapat memperjelaskan dan menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari dalam aktifitas belajar tersebut akan menghasilkan
perubahan yang bersifat kualitatif.Kualitas tersebut sangat dipengaruhi oleh
pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dalam pembelajaran Matematika anak
akan memahami konsep dengan baik bila anak sudah merasa tertarik dan berminal
untuk belajar Matematika. Selain itu agar hasil belajar lebih bermakna dan
memuaskan dalam hal ini menggunakan salah satu metode yang mengaktifkan siswa
untuk berpikir lewat metode Media Alat Peraga dengan menemukan konsep sendiri maupun dibimbing
guru. Dan apabila Ketuntasan Klasikal Pada Siklus I Masih Kurang dari 75% Maka dilanjutkan dengan Siklus II yang
dimulai dari Tindakan, Metode
Demonstrasi ( yang diperlambat temponya
& diambil secara merata siswa yang mendemonstrasikannya)
A. Subjek
penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian
perbaikan pembelajaran dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 02 Temuireng,
Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang.
2. Karakteristik Siswa
Siswa
kelas IV ini terdiri dari 20 siswa yang terbagi menjadi 8 laki-laki dan 12 perempuan.
Peneliti adalah guru kelas IV di SD Negeri 02 Temuireng.
3. Jadwal Pelaksanaan
Perbaikan
pembelajaran mata pelajaran Matematika dilaksanakan pada hari Senin, 09
April 2012
B. Deskripsi Perbaikan Per-Siklus
Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajararan Per Siklus
No
|
Hari/tanggal
|
Waktu
|
Mata Pelajaran
|
Pelaksanaan
|
1.
|
Senin, 9 April 2012
|
09.00-10.10
|
Matematika
|
Siklus I
|
2.
|
Senin, 16 April 2012
|
09.00-10.10
|
Matematika
|
Siklus II
|
1. Pra-Siklus
Pembelajaran matematika
tentang penjumlahan bilangan bulat yang dilakukan pada pra-siklus terdiri atas
empat tahap, yaitu:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Observasi
4. Refleksi
Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah:
a. Perencanaan
1.
Mempersiapkan
RPP
2.
Alat
peraga model bangun-bangun ruang
3.
Membuat
lembar kerja siswa
4.
Membuat
soal tes formatif
b. Pelaksanaan
1.
Guru
memberikan apersepsi
2.
Guru
memotifasi siswa
3.
Guru
terampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga model bangun-bangun
ruang
4.
Guru
mengaktifkan siswa dalam tanya jawab
5.
Siswa
mengerjakan soal di papan tulis
6.
Siswa
menjawab pertanyaan lisan
7.
Siswa berdiskusi
secara berkelompok
8.
Siswa
mempresentasikan hasil diskusi
9.
Siswa
mengerjakan soal tes formatif
c. Observasi
Observasi
mengamati proses pembelajaran yang difokuskan pada penggunaan alat peraga
(lembar observasi terlampir). Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh
temuan-temuan antara lain:
1. Aspek guru yang perlu dipertahankan:
a. Guru
menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa
b. Guru
memberi pertanyaan kepada siswa secara merata
c. Menyimpulkan
materi pelajaran
Cara yang dilakukan guru di atas perlu dipertahankan dalam pembelajaran
siklus II untuk meningkatkan pemahaman siswa, terutama pada siswa yang belum
mencapai ketuntasan belajar.
2. Aspek guru yang perlu
ditingkatkan:
1.
Alat
peraga yang digunakan guru berupa gambar-gambar kecil yang tidak dapat dilihat
semua siswa
2.
Guru tidak
melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi
3.
Guru acuh
terhadap siswa yang menjawab pertanyaan
Agar dalam siklus II mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik, aspek
yang masih kurang perlu ditingkatkan dalam kegiatan perbaikan.
Hasil
pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut:
1.
Masih
banyak siswa yang malu bertanya
2.
Siswa
kurang dilibatkan dalam penggunaan alat peraga
3.
Banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas
d. Refleksi
Setelah peneliti
memperoleh hasil pengamatan dan masukan teman sejawat serta konsultasi dengan pembimbing, diperoleh
refleksi sebagai berikut:
a. Penggunaan
metode ceramah dan dalam apersepsi belum menanamkan materi prasyarat
b. Guru
kurang memberikan alat peraga model bangun-bangun ruang
c. Siswa
kurang termotivsai dan tidak berani menjawab pertanyaan guru
d. Ketuntasan
belajar pada pra siklus mencapai 50%.
Pembelajaran pada pra-siklus belum mencapai
ketuntasan klasikal. Untuk itu peneliti melakukan perbaikan pembelajaran siklus
I
2. Siklus I
Perbaikan pembelajaran
akan dilaksanakan dalam dua siklus dimana setiap siklusnya terdiri atas empat
tahap, yaitu:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Observasi
4. Refleksi
Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah:
a. Perencanaan
1.
Mengadakan
diskusi dengan teman sejawat
2.
Mengadakan
konsultasi dengan pembimbing
3.
Mempersiapkan
RPP Siklus I (terlampir)
4.
Alat
peraga model bangun-bangun ruang
5.
Membuat
lembar kerja siswa
6.
Membuat
soal tes formatif
7.
Minta ijin
Kepala Sekolah untuk melaksanakan pembelajaran
b. Pelaksanaan
1.
Guru
memberikan apersepsi
2.
Guru
memotifasi siswa
3.
Guru
terampil menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga model bangun-bangun
ruang
4.
Guru
mengaktifkan siswa dalam tanya jawab
5.
Siswa
mengerjakan soal di papan tulis
6.
Siswa menjawab
pertanyaan lisan
7.
Siswa
berdiskusi secara berkelompok
8.
Siswa
mempresentasikan hasil diskusi
9.
Siswa
mengerjakan soal tes formatif
c. Observasi
Observasi mengamati
proses pembelajaran yang difokuskan pada penggunaan alat peraga (lembar
observasi terlampir). Hasil pengamatan terhadap guru diperoleh temuan-temuan
antara lain:
1. Aspek guru yang perlu dipertahankan:
a. Guru
menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa
b. Guru
memberi pertanyaan kepada siswa secara merata
c. Menyimpulkan
materi pelajaran
Cara yang dilakukan guru di atas perlu dipertahankan dalam pembelajaran
siklus II untuk meningkatkan pemahaman siswa, terutama pada siswa yang belum
mencapai ketuntasan belajar.
2. Aspek guru yang perlu
ditingkatkan:
4.
Alat
peraga yang digunakan guru berupa gambar-gambar kecil yang tidak dapat dilihat
semua siswa
5.
Guru tidak
melibatkan siswa dalam memberikan apersepsi
6.
Guru acuh
terhadap siswa yang menjawab pertanyaan
Agar dalam siklus II mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik, aspek
yang masih kurang perlu ditingkatkan dalam kegiatan perbaikan.
Hasil
pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut:
4.
Masih
banyak siswa yang malu bertanya
5.
Siswa
kurang dilibatkan dalam penggunaan alat peraga
6.
Banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas
d. Refleksi
Setelah peneliti
memperoleh hasil pengamatan dan masukan teman sejawat serta konsultasi dengan pembimbing, diperoleh
refleksi sebagai berikut:
a. Penggunaan
metode ceramah dan dalam apersepsi belum menanamkan materi prasyarat
b. Guru
kurang memberikan alat peraga model bangun-bangun ruang
c. Siswa
kurang termotivsai dan tidak berani menjawab pertanyaan guru
d. Ada peningkatan ketuntasan
belajar klasikal (75%), sebesar15%. Ketuntasan belajar pada pra siklus mencapai
50% sedangkan
pada siklus I 60 %.
3. Siklus II
a. Perencanaan
1. Mengadakan diskusi dengan teman
sejawat
2. Mengadakan konsultasi dengan
pembimbing
3. Mempersiapkan RPP siklus II
(terlampir)
4. Mempersiapkan alat peraga model
bangun-bangun ruang
5. Membuat lembar kerja siswa
6. Membuat soal tes formatif
b. Pelaksanaan
1. Guru memberikan apersepsi
2. Guru memotifasi siswa
3. Guru trampil menjelaskan materi
pelajaran dengan alat peraga
4. Guru mengaktifkan siswa dalam
tanya jawab
5. Siswa menjawab pertanyaan lisan
6. Siswa berdiskusi secara
berkelompok
7. Siswa mengamati alat peraga
dalam menjawab soal
8. Siswa mempresentasikan hasil
diskusi
9. Siswa mengerjakan soal tes
formatif
c. Observasi
Hasil pengamatan
terhadap guru diperoleh peningkatan aspek-aspek yang dilakukan guru dalam
pembelajaran, antara lain:
1. Sebelum kegiatan inti guru
mengadakan apersepsi
2. Dalam
kegiatan inti guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan alat peraga
yang tepat
4. Dalam memberi pertanyaan, guru
sudah tidak terfokus pada satu siswa
5. Mengaktifkan siswa dalam latihan
Usaha-usaha yang dilakukan guru telah dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dalam usaha mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.
Dari
pengamatan terhadap siswa diperoleh temuan sebagai berikut:
1. Siswa tampak percaya diri dalam
menjawab pertanyaan guru
2. Siswa terlibat aktif dalam
menggunakan alat peraga
3. Kerjasama kelompok sudah tampak
hidup
d. Refleksi
Setelah peneliti
melaksanakan kegiatan perbaikan
pembelajaran siklus II, diperoleh refleksi sebagai berikut:
Aspek guru yang
mengalami peningkatan:
a. Guru
menggunakan alat peraga berupa gambar-gambar kecil dengan melibatkan siswa
dalam penggunaannya
b. Guru melibatkan siswa dalam
memberikan apersepsi
c. Guru memberi penguatan terhadap
siswa yang menjawab pertanyaan
d. Dengan
penyajian materi dan disertai penggunaan alat peraga model bangun-bangun ruang,
pemahama siswa terhadap materi meningkat
e. Dengan
seringnya guru memberikan penguatan, motifasi siswa lebih tampak
Namun demikian hal ini kami menganggap proses kegiatan siklus telah
berhasil dan membawa dampak kemajuan bagi siswa kami. Ada hal yang penulis rasakan sebagai suatu
yang membanggakan walaupun sebelumnya penulis merasa pesimis ketika siswa-siswa
mengerjakan soal-soal latihan. Ternyata mereka mampu dan sanggup melaksanakan
tugas dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Perbaikan pembelajaran pada siklus II berhasil,
terbukti banyak siswa telah mencapai tingkat ketuntasan. Pada siklus I
prosentase ketuntasan siswa 60% dan pada siklus II prosentase ketuntasan siswa
80%, sehingga ada kenaikan ketuntasan belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA
Fattah Nanang
(2007), Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Universitas
Terbuka
Marsono Joko
(2004), Matematika 4, Jakarta: Balai Pustaka
Natawijaya Rohman (1981),Matematika,Jakarta: balai pustaka
Ruseffendi (1994) Matematika ,Jakarta:Universitas
Terbuka
Setiawan Denny
(2007), Komputer dan Media Pembelajaran,
Jakarta:
Universitas Terbuka
Sumantri
Mulyani, Syaodi Nana (2005), Perkembangan
Peserta Didik, Jakarta:
Universitas Terbuka
Suprayekti
(2007), Pembaharuan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka
Susiliana Rusdi
{2007}Pembaharuan Pembelajaran,JakartaUniversitas Terbuka
Wardani I.G.A.K, Julaeha Siti, Marsinah Ngadi
(2007), Pemantapan Profesional, Jakarta: Universitas Terbuka
Wardani I.G.A.K. Wihardi Kuswaya Nasution Noehi
{2007} penelitian tindakan kelasl, Jakarta:
Universitas Terbuka
Winataputra.Udin.S
{2007} Pembaharuan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka
by yusuf GSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar